Cycle Breaking Parenting, Tren Baru di Kalangan Gen Z untuk Putus Pola Asuh Negatif
- byDani
- 03 Oktober 2025
- 1 week ago

Kabar Anak – Jika beberapa tahun terakhir istilah gentle parenting banyak dibicarakan di kalangan orang tua muda, kini sebuah pendekatan baru mulai mencuri perhatian yaitu cycle breaking parenting. Fenomena ini semakin populer di kalangan orang tua generasi Z, yang kini banyak memasuki fase pernikahan dan memiliki anak.
Berbeda dengan gentle parenting yang menekankan pada komunikasi lembut dan pengasuhan penuh empati, cycle-breaking parenting berfokus pada upaya sadar untuk memutus rantai pola pengasuhan negatif yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Artinya, para orang tua muda tidak sekadar mengikuti gaya pengasuhan ramah anak, tetapi juga berusaha menghindari pengulangan trauma atau kebiasaan buruk yang mereka alami di masa kecil.
Generasi Z, yang lahir sekitar 1997–2012, tumbuh di era digital dengan akses luas terhadap informasi. Banyak dari mereka menyadari bahwa cara pengasuhan di masa lalu tidak selalu sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
“Cycle-breaking parenting itu bukan sekadar gaya pengasuhan baru, melainkan kesadaran kritis anak muda terhadap kesehatan mental,” ujar dr. Ratri Widyaningrum, M.Psi., Psikolog, saat diwawancarai. “Banyak klien muda saya mengatakan mereka tidak ingin anaknya merasakan pola asuh yang sama seperti mereka dulu, misalnya orang tua yang keras, kurang komunikasi, atau sering melontarkan kritik tanpa empati.”
Kesadaran ini diperkuat oleh pengalaman pribadi. Sebagian Gen Z mengaku pernah merasakan dampak dari pola lama, seperti kekerasan verbal, hukuman fisik, hingga sikap otoriter yang membuat anak sulit mengekspresikan diri. Kini, mereka ingin menjadi generasi orang tua yang lebih terbuka, hangat, dan mampu menghargai perasaan anak.
Baca Juga: Peran Orang Tua sebagai Pondasi Pendidikan Anak: Kunci untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Salah satu faktor pendorong tren ini adalah peran media sosial. Melalui platform seperti Instagram, TikTok, hingga YouTube, para orang tua muda dengan mudah menemukan konten edukatif tentang parenting modern, termasuk cerita pengalaman pribadi orang tua lain yang memilih jalur cycle-breaking.
“Dulu, informasi parenting sangat terbatas dan biasanya hanya berdasarkan petuah keluarga atau buku,” kata zp “Sekarang, anak muda bisa belajar langsung dari komunitas online, berbagi cerita, bahkan mendapatkan dukungan ketika merasa kesulitan.”
Fenomena ini menciptakan ruang diskusi baru, di mana pengalaman pahit masa lalu bisa dijadikan pembelajaran bersama untuk membangun pola asuh yang lebih sehat.
Beberapa pola pengasuhan lama yang sering ingin diputus oleh orang tua Gen Z antara lain:
- Kekerasan verbal: Seperti membentak, merendahkan, atau membanding-bandingkan anak.
- Minim komunikasi: Orang tua jarang mendengarkan pendapat anak dan lebih sering memberi instruksi sepihak.
- Pola otoriter: Anak dituntut selalu patuh tanpa kesempatan berdialog.
Sebagai gantinya, cycle-breaking parenting mendorong orang tua untuk lebih mendengarkan anak, memberi ruang ekspresi, serta membangun hubungan berdasarkan rasa hormat dan kepercayaan.
Meski masih relatif baru, tren ini diprediksi akan memberi pengaruh besar pada pola pengasuhan di masa depan. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola cycle-breaking parenting berpotensi tumbuh lebih percaya diri, memiliki regulasi emosi yang baik, dan mampu menjalin hubungan sosial yang sehat.
“Jika pola ini konsisten dijalankan, kita akan melihat generasi mendatang yang lebih resilien secara emosional,” tutur dr. Ratri. “Mereka tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga punya kemampuan empati dan keterampilan komunikasi yang kuat.”
Namun, pakar juga mengingatkan bahwa cycle-breaking parenting bukan berarti orang tua harus sempurna. Proses memutus pola lama sering kali penuh tantangan, karena orang tua juga harus berhadapan dengan luka masa kecil mereka sendiri. Dukungan pasangan, komunitas, dan akses pada konseling psikologis menjadi kunci keberhasilan.
Dengan semakin banyaknya orang tua muda Gen Z yang sadar akan pentingnya kesehatan mental, tren cycle-breaking parenting diyakini akan terus berkembang. Bukan tidak mungkin, dalam satu atau dua dekade mendatang, pola ini menjadi norma baru dalam pengasuhan anak.
Perubahan ini menunjukkan bahwa parenting bukanlah warisan yang harus diterima apa adanya, melainkan sebuah pilihan sadar untuk menciptakan lingkungan keluarga yang lebih sehat. Seperti kata Sari Puspita, “Setiap generasi punya kesempatan untuk memperbaiki rantai yang terputus. Dan Gen Z, dengan segala keterbukaan dan akses informasi, punya peluang besar untuk menjadi agen perubahan itu.”
Dani
Seorang penulis yang fokus pada dunia anak dan parenting. Gemar berbagi tips pola asuh, edukasi anak, serta inspirasi keluarga yang penuh cinta