
Bagaimana cara mendisiplinkan anak tanpa membuatnya merasa terbebani? Yuk, simak tips jitu yang bisa anda terapkan berikut ini! Cara mendisiplinkan anak yang tepat
Pada rentang usia 6 hingga 9 tahun, anak berada pada fase penting dalam memahami batasan membedakan perilaku yang diperbolehkan dan yang tidak. Seiring bertambahnya usia, mereka akan menghadapi beragam aktivitas, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah, yang menguji pemahaman dan penerapan aturan tersebut. Bukan hanya perkembangan kognitif dan fisiknya saja yang perlu diperhatikan, anak juga perlu diajarkan disiplin sejak dini. Mengajarkan disiplin membantu anak menjalankan dan mengatur kegiatannya dengan baik, sehingga setiap aktivitas berjalan tertib tanpa saling bentrok atau membuatnya kewalahan. Baik anda tipe orang tua yang disiplin maupun cenderung santai, berikut beberapa cara melatih kedisiplinan anak yang bisa mulai diterapkan sejak dini.
1. Buat Jadwal Kegiatan
Agar anak lebih disiplin dan terampil mengatur waktu, ajak ia membuat jadwal kegiatan harian. Cara ini dapat membantu anak menjalani kegiatan sehari-hari dengan lebih terarah, baik untuk hari itu maupun rencana beberapa hari mendatang.Mulailah dengan membuat jadwal sederhana misalnya dari waktu bangun hingga saat tidur malam. Cantumkan jam pada setiap kegiatan, sehingga anak tahu kapan harus memulai dan kapan waktunya berhenti. Ajak ia menggunakan alat tulis kesukaannya agar proses membuat jadwal terasa lebih seru. Setelah selesai, tempelkan jadwal di tempat yang mudah terlihat, sehingga ia bisa mengingatnya setiap hari.
2. Menyediakan Waktu Luang
Mendisiplinkan anak bukan berarti memenuhi seluruh harinya dengan segudang kegiatan. Saat menyusun jadwal, jangan lupa sisipkan waktu luang agar anak bisa bermain, beristirahat, atau melakukan aktivitas yang ia sukai. Waktu santai ini penting untuk menjaga mood dan energinya tetap positif sepanjang hari.Waktu bebas ini akan membuat anak merasa lebih rileks dan tidak terbebani, sehingga ia tetap menikmati aktivitas yang sudah dijadwalkan.
3. Beri Tahu Apa yang Sebaiknya Anak Lakukan
Daripada terlalu banyak membicarakan hal-hal yang tidak boleh dilakukan, lebih baik fokus memberi tahu anak apa yang boleh ia lakukan. Dalam melatih disiplin dan mengatur waktu, misalnya, ajak anak menandai kegiatan yang sudah ia selesaikan dengan coretan atau tanda centang pada jadwalnya. Jika anak mulai keluar dari jadwal, berikan pengingat dengan cara yang lembut. Misalnya, anda bisa berkata, “Wah, sudah jam 4 sore, sekarang waktunya kegiatan apa, ya?” sehingga ia terdorong untuk mengingat dan menyesuaikan kembali tanpa merasa dimarahi.Cara ini juga efektif untuk mendidik anak yang cenderung keras kepala.
4. Hindari Membuat Aturan Terlalu Ketat
Jika aturan yang dibuat terlalu ketat, anak mungkin merasa tertekan dan enggan untuk mencoba pengalaman baru. Ajarkan anak mengontrol diri dengan baik, sehingga ia tetap memiliki kebebasan namun mengerti batasannya. Misalnya, setelah pekerjaan rumah (PR) selesai, anak boleh main video game. Anda bisa memberikan sedikit kelonggaran untuk bersantai, sambil mengingatkan bahwa setelah waktu bermain selesai, ia perlu melanjutkan kegiatan berikutnya, seperti mandi sore.
5. Sebaiknya Jangan Menceramahi Anak Panjang Lebar
Terkadang, orang tua memilih mendisiplinkan anak dengan penjelasan panjang lebar, disertai nada menyalahkan dan penuh tuntutan. Padahal, ceramah yang terlalu lama justru membuat anak bosan dan tidak selalu menimbulkan efek jera. Cara ini biasanya lebih mudah diingat dan dipatuhi anak. Misalnya, ketika mainan dibiarkan berantakan di ruang tengah, alih-alih mengomel panjang lebar, cukup katakan: “Kak, setelah main, tugas Kakak merapikan mainan, ya.”
6. Penuhi Kebutuhan Nutrisinya
Agar anak dapat mengikuti semua kegiatan yang sudah dijadwalkan, ia tentu membutuhkan cukup energi.Karena itu, selain mengajarkan disiplin, pastikan kebutuhan gizi anak terpenuhi dengan baik. Sediakan makanan sehat setiap hari, lengkap dengan camilan bergizi dan bekal untuk sekolah. Asupan yang sehat tidak hanya memberi energi, tetapi juga membantu anak lebih fokus saat beraktivitas. Jika diperlukan, tambahkan vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya.Dengan begitu, anak bisa lebih mudah mengikuti jadwalnya secara konsisten.
7. Jangan Mengubah-ubah Aturan dan Hukuman
Aturan yang sering berubah tanpa penjelasan hanya akan membuat anak bingung. Menurut Harvard Health Publishing, ketika anda mencontohkan suatu perilaku, anak akan menganggap itulah cara yang benar untuk dilakukan. Meski begitu, seiring bertambahnya usia, aturan memang perlu disesuaikan. Misalnya, saat anak berusia 2 tahun, anda mungkin memaklumi jika ia bermain-main dengan makanannya. Namun, di usia 6 hingga 9 tahun, kebiasaan ini sebaiknya dihentikan. Jelaskan pula alasannya, misalnya agar makan lebih rapi dan higienis. Baik saat menerapkan aturan baru maupun mengubah aturan lama, pastikan anak mengerti mengapa perubahan itu diperlukan.
8. Pastikan Semua Pengasuh Menerapkan Aturan yang Sama
Jika ibu melarang tetapi ayah mengizinkan, anak tentu akan bingung. Bahkan, karena anak biasanya cerdik, ia bisa saja memanfaatkan perbedaan pendapat ini dengan berkata, “Kata ayah boleh”. Tanpa disadari, anda dan pasangan bisa menjadi korban adu domba. Hal yang sama juga dapat terjadi pada pengasuh, kakek-nenek, atau anggota keluarga lain yang ikut mengasuhnya. Untuk itu, pastikan semua pihak yang terlibat dalam pengasuhan sepakat mengenai batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga aturan disiplin yang diterapkan tetap konsisten.
9. Ingat Bahwa Si Kecil Meniru Anda
Ketika orang tua menjalani hidup dengan disiplin dan teratur, anak akan melihat dan menyimpannya dalam ingatan. Seiring bertumbuh, ia akan meniru kebiasaan yang sering ia lihat setiap hari. Karena itu, penting bagi orang tua untuk selalu memberikan teladan positif sambil menerapkan cara mendisiplinkan anak dengan tepat.
10. Hindari Menggunakan Kekerasan pada Anak
Senakal apa pun anak, kekerasan bukanlah solusi. Menurut laman Raising Children, anak belajar berperilaku dari orang tuanya. Jika anda menggunakan kekerasan, maka yang akan ia pelajari adalah bahwa kekerasan adalah cara berkomunikasi. Anak juga cenderung meniru orang tua yang tidak mampu mengendalikan diri saat emosi. Akibatnya, anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan justru cenderung sulit diajarkan disiplin, kurang menghargai aturan, dan tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang batasan perilaku yang baik dan buruk. Situasi ini dapat membuat anak terus mengulangi kesalahan atau melanggar aturan, bahkan tanpa sepengetahuan orang tua.
Muriyana
Content writer parenting yang menghadirkan berita, artikel, dan tips seputar anak, keluarga, serta pola asuh. Menulis dengan gaya informatif dan mudah dipahami.
Artikel Lainnya
Cycle Breaking Parenting, Tren Baru di Kalangan Gen Z untuk Putus Pola Asuh Negatif
- 03 Oktober 2025
- 1 week ago